NaikMotor – Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) merilis bahwa kebijakan harga BBM di Indonesia dan kualitasnya masih manipulatif. KPBB menilai Pertamina dan negara telah melanggar hukum.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menyatakan, dalam menentukan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) diduga ada permainan yang dilakukan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Pertamina.
“Ini karena harga BBM di Indonesia memiliki patokan internasional MOPS (Mean Oil Platt Singapore), namun sayangnya harga MOPS sebagai patokan tetapi kualitas BBM lebih rendah,” ungkap Ahmad Safrudin yang dikenal dengan nama Puput kepada wartawan di kantor KPPB, Thamrin, Jakarta beberapa waktu lalu.
Puput juga menyatakan, kecurangan terjadi dalam menentukan harga BBM yang dipasok ke seluruh Indonesia dengan harga yang berbeda. Seharusnya, harga BBM yang disalurkan mulai dari Sabang-Merauke dibanderol seluruhnya sesuai standar nasional alias sama.
Lain halnya dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filiphina dan Vietnam yang menerapkan Euro4 dengan kandungan sulfur 50 ppm. Sedangkan Singapura, Australia, Amerika dan Eropa menganut Euro6 yang standar kandungan sulfurnya 10 ppm. Jadi masyarakat Indonesia mendapatkan BBM dengan harga yang lebih mahal, tetapi kualitas rendah.
Puput juga membandingkan harga BBM berdasarkan MOPS sebelum dikenakan pajak sesuai kebijakan fiskal, yaitu sebagai berikut:
Indonesia harga bensin Rp 5.200, solar Rp5.200 namun spesifikasinya Euro 1. Sedangkan harga bensin Malaysia Rp 4.060, diesel Rp 3.841 namun spesifikasinya menggunakan Euro 4.
Hal serupa bahkan terjadi di Australia, dengan BBM jenis bensin Rp 5.684, dan solar Rp 5.390, tetapi spesifikasi bahan bakar sesuai Euro6.
Menanggapi hal tersebut, VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro ikut angkat bicara. Menurut dia, saat untuk membuat bahan bakar jenis apapun, baik Ron 88 hingga Pertamax Turbo, Pertamina memiliki takaran spesifikasi sulfur yang sudah disesuaikan.
“Harga index pasar kami sudah sesuai, bahkan kami juga dua minggu sekali me-review soal harga,” ujar Wianda saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (3/1/2017).
Menurut dia, Pertamina tidak pernah memaksakan masyarakat untuk membeli BBM. Namun, lanjutnya, saat ini masyarakat telah merasakan sendiri bagaimana kualitas yang terus diperbarui Pertamina.
Setiap produk yang dibuat Pertamina, kata Wianda, tidak dibuat sembarangan, tetapi, telah melalui serangkaian uji tes di laboratorium yang disesuaikan dengan standar.
“Ini juga mengacu pada kredibilitas kami dan mengacu pada kredibilitas lab,” ujarnya. (Afid/nm)