NaikMotor – 20 tahun menjalani karir sebagai pembalap kejuaraan dunia balap motor membuat Valentino Rossi mengenyam banyak pelajaran dan pengalaman. Rossi blakblakan bicara kalau dirinya masih banyak mengambil pelajaran dari orang lain, dan merelakan perasaannya demi mengejar gelar juara dunia ke-10.
Pembalap berjuluk The Doctor itu juga punya ritual yang rutin dilakukan sebelum memulai balapan. Salah satunya, yakni menyaksikan jalannya balapan Moto3. Bukan hanya sekadar menonton, Rossi juga mempelajari teknis pada balapan.
“Ya, saya selalu melihat start Moto3 dari tembok pit. Di sana saya mempelajari kerja marshal yang bertugas di lampu start dan checkered flag. Dia melakukan perpindahan lampu dalam waktu dua sampai lima detik. Jadi, kita bisa mempelajari gerakan dia (marshal). Di sana juga kita bisa melihat seseorang yang memegang red flag di grid (start), berapa lama ia keluar dari grid. Di antara waktu red flag dan lampu (start) dimatikan, beberapa hal bisa kita lakukan, seperti menekan kopling, memasukan gird an kita tidak boleh terlalu lama menahan dalam keadaan gir masuk, jadi detik-detik tersebut sangat penting,” jelas Rossi dikutip dari Bikesportnews.
Selain itu, pembalap yang telah mengoleksi tujuh gelar juara MotoGP itu juga kerap melakukan ritual berlutut di samping motor, kemudian berdoa. Satu hal unik lainnya, yakni kebiasaan Rossi berdiri di atas motor kemudian menarik bagian belakang wearpacknya saat keluar dari pit.
Bicara soal persaingan di MotoGP, putra dari pembalap Graziano Rossi itu memiliki banyak saingan berat sepanjang karirnya, mulai dari Max Biaggi, Sete Gibernau, Casey Stoner, Jorge Lorenzo, hingga Marc Marquez.
Setahun ke belakang, hubungan Rossi dengan Marquez dan Lorenzo memanas akibat persaingan di akhir kompetisi MotoGP 2015. VR46 menganggap dua pembalap Spanyol itu bersekongkol untuk mengalahkan dirinya. Di tahun 2016, hubungannya dengan dua pembalap tersebut akhirnya membaik, meskipun masih ada percikan konflik.
“Hubungan dengan Lorenzo tercemar di akhir musim 2015, tetapi kami saling berpelukan di garasi (Yamaha) di Valencia. Itu menyenangkan. Di antara kami (Rossi dan Marquez) saat ini hanya sebatas relasi profesional dan saling menghargai,” ungkap Rossi.
Di balik kesuksesannya sejauh ini, pembalap yang identik dengan warna kuning itu didukung oleh orang-orang terdekatnya yang kerap memberi masukan, baik soal teknis maupun mental.
“Saya memiliki teman, seperti Uccio (Alessio Salucci) dan Albi (Tebaldi). Untuk urusan teknis, saya memiliki mantan pembalap 500cc, Luca Cadalora. Saya memilih dia (Cadalora), karena kami memiliki hubungan baik dan passion besar soal motor. Dia mempelajari gaya (balap) saya di trek. Kami mengamati beberapa poin bersama dan kemudian dia menganalisa gaya saya dana pa yang pembalap lain lakukan. Saya banyak mengubah gaya (balap) semenjak kembali ke Yamaha,” urai Rossi.
Ambisi Rossi untuk meraih gelar juara dunia ke-10 sangat besar, bahkan mengalahkan kepentingan pribadinya. Untuk bisa fokus di MotoGP, ia rela kehilangan kekasihnya, Linda yang sudah empat tahun menemani.
“Saya juga kembali single dan mencoba (mendapatkan) dan memenangkan gelar juara dunia, tapi itu tidak berpengaruh. Sekarang sudah satu tahun (sejak putus). Dia (Linda) sudah bersama Alonso, dia berpindah dari MotoGP ke Formula 1,” ujar Rossi sambil tertawa. (Yudistira/nm)