NaikMotor – Dengan motor rakitan, Sugeng menjadi penggiat perpustakaan mobile berbasis kendaraan roda dua bernama Motor Pustaka dan menyambangi masyarakat di desa-desa dan memberi akses bacaan secara gratis.
Tahun 2013, Sugeng merantau dari Ponorogo ke Lampung untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Dengan modal nekad dan uang seadanya, ia akhirnya bertemu dengan Basuki, pemilik bengkel yang dengan baik hati menerima Sugeng untuk bantu-bantu di bengkelnya. Dua bulan hidup di Lampung, ia masih belum mempunyai banyak kenalan, dan saat jenuh ia terpikir untuk pergi ke perpustakaan. Namun betapa kagetnya Sugeng, saat ia bertanya ke warga sekitar, jawaban yang ia terima justru “Apa itu perpustakaan?”. Sejak saat itu, ia bermimpi untuk membuat perpustakaan dan semakin bertekat untuk membantu banyak orang.
Sebagai perantau yang belum memiliki banyak tabungan, ia terus menyimpan uang yang berhasil ia kumpulkan. Hingga suatu ketika ia mendatangi toko barang rongsok, ia menemukan motor yang bahkan sudah tidak bisa disebut motor. Motor Honda GL Max 1986 yang ia lihat tidak memiliki roda, tangki, jok, dan stir, tetapi hanya ada sasis dan mesinnya saja namun BPKB dan STNK-nya ada, hanya saja pajaknya sudah lama mati.
Ia pun membeli Honda GL Max tahun 1986 dari toko barang rongsok tadi yang dijual dengan cara dikilo seharga Rp 450.000, lalu dibawanya ke bengkel tempat ia tinggal. Ia membongkar motor tersebut, mulai dari membersihkan lumut-lumut di mesin, sampai mencari alat atau komponen yang kurang, seperti membeli tangki, jok, stir, dan ban di tukang rongsok.
Sugeng pun berhasil merakit motor “komplikasi” tersebut selama 3 bulan. Komponen atau spareparts yang kurang ia pakai dari model bahkan merk motor lain, seperti tangkinya dari trail Cina, spakbor belakang dari GL tahun 1990-an, jok dari Vespa, dan ban belakangnya milik Vario. Ia kemudian membeli tas obrok untuk menjadi tempat ditaruhnya buku-buku di perpustakaan keliling tersebut.
Sempat tidak ada yang membaca buku dari perpustakaannya, lambat laun kabar mulai beredar dan perpustakaan Sugeng pun mulai ramai. Ia sempat kebingungan untuk mencari buku-buku baru, sehingga ia melakukan donasi mulai dari door-to-door hingga lewat media sosialnya. Tidak semua berjalan mulus, Sugeng juga pernah mendapat cacian, hinaan dan makian karena orang beranggapan bahwa ia melakukan sesuatu yang tidak berguna dan tak menguntungkan bagi dirinya.
Dengan tekat yang kuat, Sugeng terus mencari donasi buku karena ia berniat ingin membantu orang lain sesuai kemampuannya. Donatur pun mulai semakin banyak dan Sugeng merasa senang. “Bukan minat bacanya yang rendah masyarakat Indonesia itu, tapi akses untuk mendapatkan buku bacaan yang kurang, itu yang lebih tepat,” tutur Sugeng saat bercerita kepada tim NaikMotor.
Sugeng dan Motor Pustaka bergabung di Pustaka Bergerak Indonesia bersama penggiat literasi lainnya, seperti Perahu Pustaka dan Kuda Pustaka. Berkat niat dan usaha mulianya, ia diajak makan siang oleh Presiden Joko Widodo dalam rangka Hari Pendidikan Nasional di tahun 2017 dan diberikan motor Honda Verza untuk menjadi kendaraan baru Motor Pustaka yang bisa menjangkau jarak lebih jauh dibanding motor rakitan sebelumnya. Tidak hanya Sugeng, sang istri, Asih Kurniawati juga aktif di Motor Pustaka dengan menggunakan motor C70.
Sugeng memberikan pesan berupa ajakan untuk saling membantu sesama dan ia juga berharap kegiatan kecil ini bisa berdampak besar bagi warga.
“Kemampuan kita memang terbatas, tapi semangat kita tiada batas. Itu yang harus kita lakukan. Dengan semangat, saya yakin semuanya akan sama-sama dan yang jelas, kita harus bergotong royong, kita harus bergerak sama-sama.”
Sugeng juga mengatakan bahwa jangan hanya hati yang tergerak tanpa tangan melakukan apa-apa karena jika demikiam semua hanya akan menjadi mimpi.
“Tapi ketika apapun itu yang kita impikan dengan hati kita tergerak dengan diikuti tangan bergerak, mimpi itu akan menjadi terwujud,” ujarnya. (Litha/Prob/NM)