NaikMotor – Upaya Royal Enfield mempromosikan varian terbarunya Himalayan di Indoneia diungkapkan dalam Himalayan Bromo Ride, (23-25/7/2018) di areal Bromo Jawa Timur. Pengalaman untuk menikmati Royal Enfield Himalayan melibatkan para influencer (key opinion leader) serta media.
Sebelum media melakukan perjalanan Himalayan Bromo Ride, para KOL yang antara lain para selebritis dan musisi, vlogger hingga builder, sudah duluan menjajalnya. Mereka antara lain, Ferry Marayadi, Eddi Brokoli, Derby Romero, Denny Chasmala, Dikta, Vicky Notonegroro, Alit Susanto dan Ateng Katros ditemani Didi Fauzie dari Distributor Motor Indonesia, diler resmi Royal Enfield di Indonesia. Petualangan mereka dipandu Jusri Pulubuhu dari JDDC yang banyak menularkan teknik baru saat harus melindas trek offroad khususnya pasir.
“Gue baru pertama main offroad seperti ini, tapi enak-enak saja tuh. Motor enggak liar dan handlingnya juga mudah. Seru banget treknya dan gue banyak mendapat ilmu dari Om Jusri buat main di tanah atau pasir,” sebut Dikta, vokalis band Yovie & Nuno yang punya BMW klasik untuk motor hariannya.
Media dan para KOL bertemu di acara makan malam untuk menceritakan pengalaman Himalayan Bromo Ride yang rata-rata kompak mengagumi dan berkesan dengan rutenya. Pada kesempatan itu, Anuj Dua selaku Head of Product Strategy Royal Enfield, mengupas sosok Himalayan dari mulai pemilihan desain hingga karakternya.
“Geometri motor Himalayan dirancang dengan mengambil kondisi on dan offroad, ini artinya lincah di jalanan saat padat lalu lintas hingga ketika melewati tantangan berbagai medan,” ujar Anuj, di sebuah hotel di Malang.
Ya, itu yang kami rasakan, saat pagi dari Malang melalui Tumpang dipandu Jusri Pulubuhu melewati kerumunan kendaraan di jalan raya saat harus berjumpa dengan angkutan umum, pegawai kantor hingga pengantar anak sekolah yang menggunakan kendaraan. Handling Himalayan tetap enteng dilakukan meski harus berkelit menghindari kemacetan untuk postur motor adventure 411cc. Himalayan Bromo Ride pun dimulai….
Dari Coban Pelangi kami masuk ke Jarak Ijo yang menghadirkan medan single track namun sekaligus menyuguhkan pemandangan luar biasa. Dari atas ketinggian, kami bisa menikmati hamparan bukit savana yang indah untuk meredakan ketegangan menapak jalan tanah perkampungan. Yang kami salut, rekan-rekan media lainnya dari desk umum hingga lifestyle tampak tidak kesulitan memacu Himalayan.
Mungkin hanya faktor stamina saja yang membuat mereka banyak berhenti mengambil nafas. Karakter motor yang lembut ikut mengirit tenaga kita tidak kewalahan mengendalikannya. Padahal, kita riding tanpa ada pelatihan dulu sebelumnya.Saat melewati trek sempit yang menanjak terlihat mereka tanpa kesulitan, hanya masih beberapa terlihat menggunakan kopling saat terjeba tanah gembur Para pemandu juga aktif meneriakkan ‘jangan dikopling’ saat slip di tanah. Tanpa dikomando, mereka juga berdiri saat melindas medan terjal khususnya batu untuk mendapat keseimbangan.
Rintangan juga bukan hanya tanah dan jurang menganga, namun pohon melintang ikut membuat kita ekstra hati-hati ketika masuk kawasan Widodaren ditambah debu tebal akibat putaran roda. Untunglah kami menggunakan helm Bell Moto3 Malibu RSD lengkap dengan goggle membuat tak ragu menerobos tantangan alam ini termasuk ranting pohon dan alang-alang. Dasarnya jurnalis yang tidak ingin melewatkan momen, beberapa kali kita berhenti untuk mengabadikan gambar.meski tengah berjibaku di medan.
Usai mendaki bukit terjal dengan jurang di sisi kanan, hamparan lautan pasir halus Bromo harus kami taklukan menjelang makan siang sepanjang kurang lebih 8 km. Disinilah kami menari-nari menjinakkan motor untuk bisa melalui sisi barat Bromo. Tak mudah memang bisa melajukan Himalayan di trek pasir halus gembur karena entakan torsinya yang besar bisa membuat motor malah terjerembab.
Lagi-lagi untuk mendapatkan keseimbangan, kami harus berdiri dan konstan membuka gas serta fokus di satu jalur. Beberapa rekan tampak harus jatuh bangun di lautan pasir ini. Rasanya ingin cepat beralih ke jalan aspal karena medan ini sangat menguras konsentrasi dan energi. Inilah the real Himalayan Bromo Ride yang kami rasakan, bisa banyak belajar mengenal karakter motor.
Sebelum makan siang, kami berhenti di sebuah warung yang banyak disebut dengan Pura untuk beristirahat. Mengisi waktu, kami berkesempatan untuk berduel dengan bermain drag race bersama kuda Bromo, meski takut kena sepak kakinya.
Akhirnya makan siang pun tiba meski harus ditempuh lebih kurang 40 menit dari Bromo serta melewati jalan aspal menanjak terjal menuju Wonokitri. Mengingat waktu yang terbatas, salah satu rute lain menuju Coban Talun harus dilewatkan dan akhirnya pulang ke hotel dengan jalur Nangkojajar – Jabung-Singosari dan Malang.
Total jarak tempuh Himalayan Bromo Ride yang kami tempuh sekitar 120 Km dan banyak pengalaman yang didapatkan dari sosok motor Himalayan yang dibanderol Rp 93 juta ini. Secara keseluruhan motor ini bisa diandalkan dan cocok untuk medan di Indonesia karena dalam kondisi standar pun mudah menaklukan tantangan berbagai kondisi medan, tanah, batu hingga pasir sekalipun. (Arif/nm)