Bogor (naikmotor.com) Cargloss Indonesia membeberkan kepada media tentang bagaimanna proses demi proses pembuatan helm berstandar SNI, mulai dari Quality Control, Painting, sampai Molding di pabriknya di Citeureup, Bogor, belum lama ini.
Sebelum jadi, helm Cargloss lebih dulu ditest menggunakan alat-alat uji yang memenuhi standar, bahkan mendekati standar SNELL. Untuk menguji kekuatan helm berdasarkan tes SNI, helm dijatuhkan dengan beban 5 kg dari ketinggian 3 meter.
Sementara itu, uji dari standar luar, seperti SNELL memiliki persyaratan lebih tinggi, termasuk saat dijatuhkan. Helm bersatandar SNELL dijatuhkan dari ketinggian 338 cm. “Kalau bebannya sama dengan SNI, yakni lima kilogram,” ujar Deni Fahri, dari bagian lab uji di pabrik Cargloss Indonesia, .
Uji kekuatan helm adalah proses akhir pembuatan pelindung kepala setelah sebelumnya melewati tahap bahan mentah menjadi batok plastik, sterilisasi debu dan kotoran, pengecatan, hingga pemasangan styrofoam, aksesori, sampai tali pengikat.
Cargloss Indonesia punya 5 tahapan pengujian helm untuk memastikan bahwa pelindung kepala ini benar-benar aman digunakan.
Tahap pengujian ini mencakup tracking poin (lima titik pengujian batok helm), alat uji penyerapan kejut untuk mengetahui kekuatan helm terhadap getaran. Kekuatan getaran di simulasikan dengan hantaman benda padat seberat 5 kg dari ketinggia 300 cm. Lalu ada alat uji penetrasi dimana helm dihantam dengan besi tajam (ditekan dari atas di ketinggian 160 cm), dan alat uji efektifitas.
Hasil pengujian, helm Cargloss grade terendah sanggup mencapai grafik max peak (g) sebesar 198.00. SNI sendiri mensyaratkan helm yang lolos ditolerir sampai batas grafik pentunjuk angka 300 max peak. Jika hasil uji helm ternyata di atas 300 max peak, dipastikan helm tersebut tidak aman dan tidak lulus SNI.
Fasilitas pengujian helm Cargloss Indonesia juga dipakai pada produksi helm-helm kenamaan dunia, termasuk menjadi bagian dari pentahapan pengetesan untuk mendapatkan label aman SNELL.(nz/nm)
