NaikMotor – PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mulai melakukan trial market motor listrik. Kendati demikian baru sekadar penjajakan dan belum akan dijual untuk umum. Mereka pun memberikan sejumlah alasan mengapa Yamaha hanya tes pasar, sambil menggandeng beberapa pihak buat studi.
Dyonisius Beti, Executive Vice President PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) mengatakan tidak mau gegabah menjual motor listrik. Karena selain potensi pasar, pada prisipnya Yamaha mengamati tiga hal yakni konsumen, keselamatan dan masyarakat, karena itulah Yamaha hanya tes pasar melihat reaksi masyarakat dan pihak lain.
“Kami tidak berani gegabah untuk langsung menjual. Seperti disebutkan, motor listrik sedang seksi dan jadi bahan pembicaraan semua orang. Tentu semua tertarik dengan kendaraan listrik. Jual itu gampang, tetapi bagaimana konsumen, safety dan masyarakat?,” katanya.
Soal konsumen kata Dyon, termasuk hal yang mesti dipikirkan sebelum cita-cita pemakaian motor listrik booming di Indonesia. Paling sederhana yakni soal perilaku, dimana budaya orang Indonesia berbeda dengan Taiwan, Jepang dan Eropa yang sudah melek motor listrik.
“Dari baterai saja kenapa kami pilih plug and play bisa dilepas dan dicolok di rumah. Karena kalau charger di tempat umum belum tentu safety-nya terjamin. Bisa saja sedang charging malah baterainya diambil orang, yang kita tahu harganya juga tidak murah,” kata Dyon.
Kemudian soal keselamatan, hal paling krusial dari motor listrik yakni motor ditenagai oleh daya listrik. meski sudah pengalaman 24 tahun di bidang motor listrik, tapi sekali lagi kata Dyon, demografi Indonesia beda dengan Eropa dan Jepang bahkan China soal motor listrik.
“Kita tahu di Indonesia hujan sedikit banjir. Kalau di luar negeri seahu saya enggak parahlah, dan orang kita ada genangan tetap terabas. Ini bagian perilaku, tapi bagaimana dengan motor listriknya. Motor listrik beda dengan motor bensin,”
“Kalau motor bensin lewat genangan air paling hanya mogok, tapi kalau kendaraan listrik bisa kesetrum dan berbahaya. Ini menyangkut keselamatan konsumen. Keselamatan kedua yang mungkin tidak terlalu diperhatikan, naik motor listrik itu tidak ada suaranya. Jadi faktor keselamatan sangat kami perhatikan,” jelasnya.
Terakhir ketiga yakni masyarakat. Dyon mengatakannya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dimana dampak penggunaannya tidak langsung dirasakan seperti konsumen motor listrik tapi lebih kepada dampak lingkungan di masa depan.
“Pengguna smartpohne saja sering membuang baterai Lith-ion setelah baterainya kembung. Ini kan limbah, berapa banyak limbah di masa depan? sedangkan ini motor listrik yang baterainya kita tahu beda dari baterai biasa,” katanya soal Yamaha hanya tes pasar.
Limbah baterai termasuk dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) bila dibuang sembarangan atau tidak didaur ulang, maka kandungan logam berat dan zat-zat berbahaya lain yang terkandung pada baterai tersebut dapat mencemari air dan tanah dan membahayakan.
“Yamaha tidak bisa sendirian, banyak peran lain yang harus ikut serta. Pemerintah bagaimana soal stasiun pengisian, kemudian soal teknologi baterai dll. Kalau mau cepat bisa saja, hemat saya, yang dijual di Indonesia spesifikasi baterainya harus sama jadi lebih cepat diterima,” pungkasnya.(Agl/nm)