Teten mengatakan bahwa knalpot aftermarket ini memang belum memiliki SNI yang regulasinya sendiri belum ada. Karena itu nantinya diupayakan adanya regulasi SNI bagi produk tersebut sehingga menjadi dasar yang sama bagi semua pihak.
“Jadi semua harus terukur. Alhamdulillah hari ini kita semua mendukung industri ini. Intinya itu,” sebutnya.
“Saya kira itu setuju harus ditindak, karena kita sudah memiliki aturan bahwa batas emisi dan kebisingan. Namun jangan kemudian ditutup industrinya karena dampaknya sekarang saya sudah mendengar bahwa para produsen knalpot aftermarket mengalami penurunan omzet. Padahal produk knalpot ini merupakan produk UMKM dalam negeri dan bahkan ada yang sudah masuk ke pasar luar negeri. Artinya secara kualitas dan dari segi harga UMKM knalpot Indonesia bisa kompetitif.” lanjut Teten MenKopUKM .
Potensi ekonomi dari produsen UMKM knalpot aftermarket ini besar sekitar Rp60 miliar. Selain itu, potensi ekonomi dari UMKM knalpot aftermarket ini cukup besar karena melibatkan 300 ribu perajin knalpot.
Teten juga menambahkan bahwa pasar terbesar knalpot aftermarket ini berada di dalam negeri. Sekarang kalau omzet produsen UMKM knalpot ini menurun karena adanya razia-razia terhadap knalpot brong. Maka harus dicarikan solusinya karena pemerintah memiliki Gerakan Bangga Buatan Indonesia.
Dia berharap melalui kegiatan Demo Day Knalpot Aftermarket maka industri otomotif, termasuk perajin knalpot aftermarket mulai kembali normal. Pemerintah sendiri mendukung penggunaan produk dalam negeri di mana 40 persen belanja pemerintah harus membeli produk lokal.
“Ini artinya apa? Pak Presiden RI juga memiliki kebijakan untuk hilirisasi atau industrialisasi. Jadi pemerintah mendukung penguatan industri nasional dan penggunaan produk dalam negeri, termasuk suku cadang otomotif di mana salah satunya adalah knalpot. Oleh karena itu kita membuat kegiatan Demo Day ini supaya semua pihak memiliki komitmen untuk mendukung produk dalam negeri,” tutup Teten. (Alvito/Contrib/NM)