Sayangnya, klaim kecepatan puncak sulit diraih, karena di gir 5 saat kecepatan 70 km/jam, yang tampil pada panel meter analog (kecepatan) dan digital (takometer, odometer, trip, jam, posisi gir, dan Eco Indicator) Hunter350 ini seperti kehabisan nafas untuk naik lagi. Sepertinya itu kecepatan jelajahnya, meski vibrasi belum mengganggu, dan handling masih nyaman.
Sehingga, Hunter350 masih mewarisi performa model cruiser Meteor350 dan retro Classic350, boleh jadi seperti yang dikatakan Anuj Dua, Head Business APAC Market at Royal Enfield. “Hunter 350 kami hadirkan di Indonesia untuk motoris yang ingin naik kelas dari 250cc atau penggemar motor besar yang ingin memiliki unit yang lebih ringan dan lincah, saat menjelajah kota.”
Tapi ingat mesin Hunter350 itu sama dengan Classic350 dan Meteor 350, silinder tunggal 349cc, dan berpendinginan udara. Sehingga setelah berjalan 20 menit di kepadatan lalu lintas hawa panas mulai terasa menjalar dari bawah tangki ke arah badan dan muka.
Hunter350 memiliki center of gravity rendah, sehingga meski berbobot 181 kg, itu pun 10 kg lebih ringan dari Meteor350. Hunter 350 mudah dikendalikan saat manuver di tikungan-tikungan tajam seperti di Jalan Dharmawangsa Jaksel.
Sementara suspensi model teleskopik 41mm di depan dan ganda di belakang berkarakter medium hard. Responsif, rebounce cepat sehingga berkesan keras. Tapi terobati oleh jok yang empuk tadi. Shockabsorber belakang bisa diatur preload-nya, ada 6 tingkat.
Karena lebih berkutat di habitatnya di kota, fitur navigasi Tripper hanya opsional. Berbeda dengan Meteor350 yang menjadi fitur standar. Demikian dengan DRL LED, tidak ada di Hunter 350. (Afid/nm)