JAKARTA – 25 November 2014, Setidaknya saat ini ada empat aturan yang terkait dengan pembatasan motor. Keempatnya mencakup UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), PP No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, PP No 97 tahun 2012, yakni Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, dan Perda DKI Jakarta No 5 tahun 2014 tentang Transportasi.
UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ yang diteken Presiden saat itu, yakni Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa pembatasan sepeda motor merupakan bagian dari manajemen kebutuhan lalu lintas. Dalam pasal 133 UU tersebut dicantumkan bahwa pembatasan lalu lintas sepeda motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu. Lalu, dalam pasal 70 di PP 32/2011 diatur tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk membuat aturan pembatasan lalu lintas sepeda motor.
Kriteria tersebut paling sedikit terdiri atas, pertama, memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5 (nol koma lima). Dan, kedua, telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan.
Pada aturan yang sama ditegaskan juga bahwa pembatasan untuk kendaraan perseorangan dan barang dapat memakai sistem retribusi atau pungutan daerah. Pungutan tersebut berlaku di jalan provinsi.
Lalu, PP No 97 tahun 2012 yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 Oktober 2012 itu secara gamblang mengatakan ada empat obyek pungutan yang dikecualikan, salah satunya sepeda motor. Selain sepeda motor, tiga obyek lainnya yang dikecualikan adalah kendaraan penumpang umum, kendaraan pemadam kebakaran, dan ambulans. Inilah PP yang kondang disebut PP electronic road pricing (ERP).
Dalam PP 97/2012 ini ditegaskan lagi soal kriteria kepadatan lalu lintas jalan yang berdasarkan criteria pertama, memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,9 (nol koma sembilan). Dan, kedua, kecepatan rata-rata sama dengan atau kurang dari 10 (sepuluh) km/jam, berlangsung secara rutin pada setiap hari kerja.
Sementara itu, Perda DKI Jakarta No 5/2014 menegaskan bahwa untuk melaksanakan pengendalian lalu lintas jalan, pemerintah daerah dapat melakukan pembatasan kendaraan bermotor perseorangan yang dioperasikan di jalan dan/atau pergerakan lalu lintas. Salah satu caranya adalah dengan membatasi lalu lintas sepeda motor pada kawasan tertentu dan/atau waktu dan/atau jaringan jalan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut semestiya dilengkapi oleh peraturan gubernur.
Kebijakan di hilir soal pembatasan lalu lintas kendaraan sebenarnya tidak perlu dilakukan bila persoalan di hulunya, yakni angkutan umum massal yang nyaman cukup tersedia. Angkutan umum massal yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, terjangkau secara akses dan finansial, serta ramah lingkungan menjadi dambaan publik. Andai angkutan seperti itu tersedia cukup banyak, rasanya penggunaan kendaraan bermotor pribadi seperti mobil penumpang dan sepeda motor bisa tereduksi secara alamiah.
Di sisi lain, andai perilaku individual masyarakat kota dapat dikurangi, maka penggunaan kendaraan pribadi pun dapat menyusut.
Kita selalu sibuk dengan persoalan di hilir dan lalai atas persoalan di hulu, termasuk dalam permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan.
Bila pemda menerapkan pembatasan sepeda motor, kendaraan substitusinya juga harus sepadan sehingga hak bermobilitas warga masih dapat terpenuhi.
Empat usulan RSA Indonesia:
Sosialisasikan alasan-alasan pembatasan sepeda motor kepada masyarakat luas melalui media massa dan media sosial. Materi sosialisasi mencakup seberapa besar tingkat kecelakaan di kawasan yang akan diterapkan pembatasan. Selain itu, sejauhmana tingkat kemacetan yang ditimbulkan oleh sepeda motor di kawasan yang dimaksud.
Sampaikan ke publik hasil uji coba. Sejauhmana dampaknya terhadap masalah kecelakaan dan kemacetan di kawasan yang diujicoba.
Penuhi kaidah-kaidah yang diamanatkan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) maupun aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah (PP) No 32/2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, serta Perda No 5/2014 tentang Transportasi.
Sesegera mungkin wujudkan transportasi publik yang aman, nyaman, aman, selamat, tepat waktu, terjangkau secara akses dan finansial, serta ramah lingkungan. Angkutan umum yang sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang sepadan. (*)
[…] batas kecepatan telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2015. Dalam PP tersebut, disebutkan setiap kendaraan, termasuk sepeda motor diperbolehkan melaju dengan […]