Review Honda CRF150L “Seruntulan di Metropolutan”

0
Honda CRF150L

NaikMotor – Bukan sekali kami mendapat kesempatan menjajal Honda CRF150L, hanya saja sejak meluncur biasanya bermain tanah. Review soal keunggulan dan kekurangan motor dual purpose ini juga sudah beberapa kali diulas.

Saat PT Wahana Makmur Sejati (WMS) kembali menyodorkan CRF150L untuk ditelisik lagi kami pun dengan senang hati menerimanya. Apalagi kali ini temanya bukan terabas hutan atau bermain off road tapi membelah belantara kota.

Yup concrete jungle istilahnya, dan bukannya tanpa sebab. Mengutip Navicula dalam lagu Metropolutan, macet di Jakarta dan daerah penyangga memang bikin sakit kepala. Salah satu solusinya ialah naik motor supaya lebih cepat sampai tujuan.

Honda CRF150L

Sayangnya semua orang berpikiran sama. Semua jadi naik motor, dan yang ada jalanan tambah sumpek. Belum lagi dilema soal pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) dan LRT (Ligth Rapid Transit) yang bikin permukaan jalan jadi hancur.

Disinilah keunggulan CFR150L menunjang aktifitas kami seruntulan di Metropolutan. Bermodal velg 21 inci depan dan 18 inci belakang dibalut ban Dunlop dapat diandalkan untuk melibas jalanan keriting di Fatmawati, Kelapa Gading dan Kalimalang.

Honda CRF150L memang motor trail atau motor on off klaim Honda. Fork depan Showa dengan jarak main 225 mm dan monoshock belakang pro-link 207 mm enak diajak melahap rupa jalan hancur, sehingga tidak melulu harus ganti ban supermoto.

Honda CRF150L

Pengalaman kami yang melibas Kalimalang untuk pulang ke Ciputat, ternyata bisa memangkas waktu 20 menitan dibanding naik skutik entry level bernama ‘Shiro.’ Sebabnya saya jarang ngerem, saat ada jalan rusak tinggal naikkan bokong saja.

Melibas Kalimalang dan terkadang Kepala Gading malam hari juga terbantu oleh lampu dim. Honda CRF150L memang punya fitur lampu jauh dan dekat, tapi ketika lampu dim ditekan terus nyalanya jadi lebih terang, gabungan lampu jauh dan dekat secara bersamaan.

Pun demikian dari Ciputat yang keos di pagi hari. Pinggir jalan rusak atau tanah disekitaran Polsek sampai UIN justru arena buat ngegas motor yang dibanderol Rp 32 juta OTR Jakarta ini. “Norak!,” teriak pengendara lain di samping helm.

Honda CRF150L

Bertumpu pada idiom ‘Tak ada gading yang tak retak’ dan supaya tulisan ini lebih fair dibaca maka tentu tidak selamanya Honda CRF150L dapat meladeni nafsu pengendara liar. Alasannya apalagi kalau bukan basis mesin yang hanya cukup.

Namun jangan terjebak kata cukup yang identik dengan nilai ‘C,’ padahal bukan itu maksudnya. Berbasis mesin Verza maka jantung 4-tak 1-silinder, SOHC, berpendingin udara itu sejatinya sudah sesuai dan pas buat motor standar pabrik.

Hanya saja habitat hutan beton memang beda. Saat jalanan kosong kala malam, napas motor sudah pasti ngos-ngosan. Akselerasi dari 0-60 km/jam jangan lagi ditanya, tapi di atas itu tenaganya siem karena perbandingan gir belakang yang besar.

Kesimpulan
Layaknya motor dual purpose, naik CRF150L enak buat melibas jalan keriting, jalan hancur dan jalan-jalan lain yang masih dibiarkan rusak oleh pemerintah. Namun kenikmatan sejatinya ialah motor ini bisa diajak ‘kemanapun’ selama skill mendukung.(Agl/nm)

LEAVE A REPLY